+62 812 245 6452
Your shopping cart is empty!
Irama puisi lama, pengaruh Pujangga Baru, dan kadang-kadang mendadak mencuat baris-baris puisi modern pada sajak-sajak Nurdiana memang memberikan kesan puitis tersendiri. Betapapun tanah air itu dalam kenyataannya sekarang ini yang selalu digambarkan sebagai tumpukan keterpurukan, suara-suara putus asa, tergadai, terhina, dsb., tapi Nurdiana masih tetap dapat melihat kejelitaannya, keindahannya tidak terpengaruh suara ribut-ribut dan juga tidak penting apakah keindahan dan kejelitaan itu dinyanyikan dengan irama keroncong, atau musik pop, atau lagu klasik, dan Nurdiana membawakannya dengan irama yang mudah ditarikan, mudah dinyanyikan dan mudah ditangkap maknanya.
Asahan Aidit, M.A., Ph.D. (filolog)
NURDIANA lahir di Padang, Sumatra Barat, 16 Mei 1930. Menyelesaikan SMP dan SMA di Padang dan Bukittinggi, 1950 kuliah di ITB Bandung. Semasa Revolusi Bersenjata 1945—1949 menjadi anggota batalyon Teras Lasykar Rakyat Padang Luar Kota; 1949 Wakil Ketua IPPI Padang; 1951 anggota Consentrasi Mahasiswa Bandung (CMB); kemudian 1954 Sekretaris DPD Pemuda Rakyat Jawa Barat; 1956 Sekretaris DPP Pemuda Rakyat.
Sebagai aktivis organisasi pemuda, ia dipercaya untuk mewakili Indonesia dalam berbagai pertemuan pemuda internasional, seperti a.l. di Beijing, Wina, Kairo, Santiago-Chili, dan mewakili Pemuda Rakyat dalam Gabungan Pemuda Demokratik Sedunia dalam kapasitas sebagai wakil-presiden yang berkantor pusat di Budapest. Dalam kapasitas itu ia menghadiri berbagai kegiatan pemuda di Korea, India, Nepal, Sri Langka, Mesir, Maroko, Guinea, Mali, Senegal, Ghana, Jerman, Rumania, Denmark, Finlandia, Polandia, Albania, dan lain-lain. Mulai Septembar 1961 melanjutkan studi di Fakultas Fisika Universitas Lomonosov, Moskow.