+62 812 245 6452
Your shopping cart is empty!
SONI FARID MAULANA dilahirkan 19 Februari 1962 di Tasikmalaya, Jawa Barat, dari pasangan R. Sarah Solihati dan R. Yuyu Yuhana bin H. Sulaeman. Menamatkan pendidikan di Jurusan Teater Akademi Seni Tari Indonesia (kini Sekolah Tinggi Seni Indonesia) Bandung pada tahun 1986. Menulis puisi, prosa, esai, dan laporan jurnalistik di HU Pikiran Rakyat Bandung. Puisi-puisinya dibukukan dalam Variasi Parijs van Java (Kiblat, 2004), Tepi Waktu Tepi Salju (Kelir, 2004), Selepas Kata (Pustaka Latifah, 2004), dan Secangkir Teh (Grasindo, 2005). Buku puisinya yang lain, Sehampar Kabut (Ultimus, 2006) masuk dalam lima besar Khatulistiwa Literary Award 2005-2006.
Sebuah puisinya yang ditulis dalam bahasa Sunda, "Sajak tina Sapatu jeung Baju Sakola Barudak" mendapat Hadiah Sastra Lembaga Bahasa jeung Sastra Sunda (LBSS, 1999). Selain itu, sebuah tulisannya berjudul "Taufiq Ismail Penyair yang Peka terhadap Sejarah" mendapat Hadiah Jurnalistik Zulharmans dari PWI Pusat (1999). Ajip Rosidi mencatat namanya dalam Ensiklopedi Budaya Sunda (2000) dan Apa Siapa Orang Sunda (Kiblat, 2003).
Sebagai penyair, Soni pernah membacakan sejumlah puisinya di sejumlah tempat, termasuk dalam forum South East Asian Writers Conference di Queezon City, Filipina (1990); Festival de Winternachten di Den Haag, Belanda (1999); Puisi Internasional Indonesia di Bandung (2002); International Literary Biennale 2005: Living Together di Bandung (2005); dan sejumlah acara lainnya yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, seperti Forum Puisi Indonesia 1987 dan Cakrawala Sastra Indonesia, 2005. Selain ke bahasa Inggris, puisinya telah pula diterjemahkan ke bahasa Jerman, Belanda, dan Tiongkok.
Menikmati sejumlah puisi yang terdapat dalam buku ini adalah menikmati puncak, jurang, ngarai, bukit terjal, dan lembah cinta, yang diekspresikan penyair Soni Farid Maulana dengan berbagai variasinya. Kalimat-kalimat yang ditulisnya tampak sederhana, begitu pula dengan metafora yang dibangunnya. Namun demikian, maknanya yang dikandungnya tidak sesederhana itu, sering kali mengejutkan, dan bahkan menohok hati dan pikiran kita manakala maut membayang di dalamnya.
Rine Puspitasari
Puisi-puisi Soni Farid Maulana kadang terasa melodramatis. Sejumlah karyanya menunjukkan penguasaan metafora dan plastisitas bahasa, serta temanya menunjukkan kesetiaan dan kesadaran akan kehidupan.
Rendra
Di atas semua itu, sulit disangkal bahwa Soni Farid Maulana adalah salah seorang penyair Indonesia yang telah mencapai kematangan sendiri, yang dari perjalanan kreatifnya, akhirnya sampai pada intensitas yang mengesankan. Baginya menulis puisi memang merupakan kreativitas permainan bahasa, lambang, dan makna.
Prof.Dr. I. Bambang Sugiharto
Tags: puisi, Soni Farid Maulana, Bandung