Info Kegiatan

 
 

Artikel

DI ujung Kedungwuni, desa yang terkurung rawa dan sawah, Sarman berdiri dengan cangkul yang gemetar di tangan, seolah memeluk luka yang tak pernah ia ucapkan. Langit Jawa Tengah kelabu, embunnya seperti air mata Tuhan yang menangisi anak-anaknya yang kelaparan. Cangkul itu tua, retak seperti tangannya yang penuh kapalan, seperti hatinya yang telah remuk oleh tiga puluh tahun menggarap tanah—tanah yang bukan miliknya, tanah yang mencuri napas, mimpinya, dan cahaya di mata anak-anaknya.

KELAM Jakarta yang meratap, di mana jalanan menabuh elegi dan debu menari-nari dalam pelukan bayang, seorang lelaki Harry Wibowo—yang oleh banyak sahabat dipanggil Harwieb—duduk di bawah selimut cahaya yang menangis. Di hadapannya, kertas-kertas tua bersenandung, berbisik tentang luka yang tak pernah sembuh, dan secangkir kopi pahit menjaga rahasia malam yang kelu. “Sejarah adalah denyut jantung yang tak pernah diam,” katanya, suaranya bagai embun yang jatuh, lembut namun menusuk hingga ke tulang.

DI pinggir Montevideo, di bawah langit kelabu yang meratap dalam hening, sebuah lahan kecil terbentang, hijau pucat, dipeluk rumput liar yang bergoyang bagai isak tangis yang terpendam. Tanah itu bukan sekadar bumi, melainkan rahim ibunya, jantung Uruguay, denyut rakyat yang tertindas, tempat setiap luka dan harapan Mujica berlabuh. Di sana, José Mujica, lelaki tua dengan wajah penuh luka waktu, berdiri dengan baju lusuh, tangannya yang rapuh mencangkul tanah seolah memeluk ibunya yang telah lama pergi.

Oleh: Fahrudin Nasrulloh

Sehari Sebelum ke Mojokerto Senin, 2 Agustus 2010, saya berangkat dari Tandes pukul 10:32 WIB, langsung meluncur ke kantor Pos Kecamatan Sumobito untuk mengambil 4 kardus buku yang dikirim Bilven dari Penerbit Ultimus, Bandung.

Oleh: Mulyani Hasan

Langit hitam sore itu. Telepon seluler saya berkali-kali menerima pesan yang sama: "Kami diteror orang tak dikenal sejak pagi." Pengirimnya, Sadikin. Ia ketua panitia diskusi filsafat bertema Gerakan Marxis Internasional. Suatu hari Sadikin mengundang saya dan sejumlah wartawan untuk menghadiri persiapan acara itu.

Oleh: Puthut EA

Siang kemarin aku baru saja merampungkan kisah gila dua sahabat, Sergey Brin dan Larry Page, di dalam sebuah buku yang memikat, Google Story.

Oleh: Saiful Haq

Tentang Samsir Muhammad, Angkatan 45: Tiga orde Tiga penindasan

Page 1 of 3

Artikel & Tinjauan Buku