Bandung - Dua kali berbeda lokasi dengan nomer rumah yang sama. Awalnya, toko buku Ultimus beralamat di Jalan Karapitan no.127. Setelah itu, pindah ke jalan Lengkong Besar No.127, hingga kini.
Unik, ada sesuatu nih? "Hahaha...,nomer 127 cuma kebetulan saja. Gak ada makna lain di balik semua itu," kata Bilven, pendiri Ultimus.
Buku ibarat teman sejati bagi Bilven. Hobi baca bukunya, menghantarkan dia 'terperosok' ke bisnis buku yang digelutinya sejak 2004 lalu. "Bagi saya, buku ialah indikator kecerdasan masyarakat,"ucapnya.
Di tempat ini didominasi buku-buku humaniora, seperti tema agama, politik, filsafat dan sejarah. Hinggi kini, ribuan buku beragam judul berjejer rapi di rak buku berwarna kecokelatan. Urusan suplai buku, Ultimus sengaja mengikat kerjasama dengan sejumlah penerbit buku. Sistem penjualan antara Ultimus dan si penerbit ialah konsinyasi.
Berformat independen, Ultimus memang memiliki brand sebagai toko buku diskon. "Semua jenis buku di Ultimus di diskon mulai 20 hingg 30 persen," kata Bilven. Karena tak ingin ketinggalan dalam menerbitkan buku bermutu, Ultimus pun konsen pula di dunia penerbitan buku. Saat ini telah menerbitkan 15 judul buku.
Pria kelahiran Malang, 30 November 1978 ini mengatakan, Ultimus dibentuk untuk bisa memberikan semangat dan kontribusi kepada masyarakat. "Bisnis ini tidak semata-mata murni bisnis. Sebagian keuntungan disisihkan untuk sosial atau masyarakat," kata dia.
Fasilitas sarana sosial, Bilven menawarkan perpustakan dan ruang publik. Nah, menjadi anggota perpustakaan Ultimus, dikenakan biaya 20 ribu rupiah untuk periode satu tahun. Minjem buku dijamin tanpa diminta bayaran. Yang unik ada di ruang publik, tempat ini berada di satu wilayah Ultimus. Siapa saja boleh memakainya tanpa dipungut rupiah. Dengan memanfaatkan lahan terbilang luas, ruang publik ini sering dijadikan pegelaran diskusi buku, peluncuran buku, pentas musik dan kegiatan positif lainnya.
"Ultimus sering mengundang warga sekitar. Kalau kaum ibu-ibunya, kita berikan semacam pelatihan membuat pupuk kompos dari sampah. Untuk anak-anak, menimba ilmu secara gratis. Salah satunya, kita ajarkan mereka melukis yang dipandu seniman asal Bandung, Rahmat Jabaril," kata lulusan Teknik Industri STT Telkom angkatan 97'.
Berkunjung ke Ultimus seraya seperti rumah sendiri. Usai membidik buku yang dicari, konsumen atau pengunjung bisa bersantai ria sembari melepas ketegangan otot mata. Ya, rupanya ada ruang khusus pemutaran film. "Selain bisa menonton bareng-bareng di ruang film ini, kita juga menyewakan film dalam format DVD," terang penggemar Karl Marx ini.
Baban Gandapurnama
Sumber: detikNews - 01/02/2008